Sabtu, 25 Februari 2012

Artikel Era Susanti

2012, Kiamat Moral
2012.kiamat? Dunia sempat dibuat “berguncang” dengan pemberitaan berbagai media massa tentang rumor dan ramalan “Kiamat 2012”.
            Sudahlah, 2012 tlah tiba. Dan kiamat? Masih terekam jelas di ingatan, rumor ini dikaitkan dengan ramalan Suku Maya yang menyatakan penanggalan di kalender mereka akan terhenti pada tahun 2012. Belum lagi, ramalan tersebut juga dikuatkan dengan prediksi-prediksi ilmiah tentang kondisi Jagad Raya di tahun 2012. Kemudian, banyak media menampilkan sosok paranormal dengan berbagai ramalan yang menguatkan rumor ini. Sebut saja Mama Lauren. Dia dulu mengatakan tidak bisa melihat gambaran yang akan terjadi pada 2012. Saat itu, opini masyarakat pun seakan digiring pada simpulan, itu artinya sudah kiamat. Nyatanya, Mama Lauren meninggal dunia sebelum 2012. Maka, wajar jika dia tidak dapat melihat 'gambaran' apa pun tentang 2012.
            Benarkah rumor ini akan terjadi? Iya atau tidaknya hanya Sang Pencipta langit dan bumilah yang dapat menjawabnya.
Namun di Negara kita saat ini tlah terjadi “Kiamat Moral”, awal tahun 2012 di sambut dengan berbagai bentuk kasus pelanggaran hukum dan dekadensi moral. Sederet kasus kriminal seperti pejabat korupsi, maraknya kasus kekerasan di kalangan remaja, penyalahgunaan narkoba, hingga anak-anak SD yang gemar melihat video porno, bermula dan berawal dari moral para pelaku yang rusak dan bermasalah. Tak adalagi yang bisa di contoh, sulit sekali menemukan kebenaran dan kejujuran. Saat ini bangsa kita tlah bergelimang dengan kebusukan.
Bangsa ini dapat dikatakan tengah dilanda persoalan utama yaitu krisis moral, dan kebanyakan kita tidak menyadari itu sebagai sesuatu yang sangat berpengaruh bagi peradaban bangsa dan jati diri atau identitas bangsa  di mata dunia. Fenomena yang sama sekali tidak bisa kita remehkan atau dipandang sebelah mata, karena nasib bangsa ini yang akan menjadi taruhannya. Bila generasi bangsa ini miskin akan keteladanan dan krisis moral, meskipun kecerdasannya patut dibanggakan, justru mereka inilah yang merugikan negara dan masyarakat, dan mereka pula yang akan membawa negara pada kehancuran.
Bagaimana jadinya, jika negara kita kelak benar-benar dipegang oleh generasi yang tidak bermoral. Disadari ataupun tidak, dalam realitanya moral merupakan sesuatu yang sangat berpengaruh dalam kehidupan kita dan akan menjadi sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan sosial masyarakat. Apabila moral tidak lagi diindahkan, maka berbagai kekacauan dan permasalahan bangsa akan senantiasa muncul di masyarakat. Ketika moral telah diabaikan,  maka dapat dipastikan yang ada hanya kebobrokan di segala bidang dan sisi kehidupan. Dari itu persoalan moral harus menjadi hal yang diperhatikan dalam kehidupan sosial masyarakat. Betapa penting dan berartinya peran moral dalam kehidupan kita, oleh karena itu perlu ada upaya yang serius untuk membenahi dan menangani krisis moral yang sedang melanda bangsa kita ini. Seluruh unsur harus memberikan perhatian serius dalam hal ini dan harus bersinergi untuk mengatasi masalah ini.
Bagaimana jadinya, jika negara kita kelak benar-benar dipegang oleh generasi yang tidak bermoral. Untuk mengatasi hal ini, tentu pendidikanlah yang menjadi harapan utama sebagai investasi untuk masa yang akan datang dan menjadi satu-satunya cara dalam mempersiapkan generasi penerus bangsa yang berkualitas (intelek, berkarakter dan bermoral) yang berperan memajukan peradaban negara. Yang mana akan menjadi Oase ditengah keterpurukan. Lebih lanjut orang akan setuju untuk mengatakan bahwa dunia pendidikan dapat diidentikan sebagai pabrik otak.
Sebuah harapan yang benar-benar bertumpu kepada pemerintah, kaum intelektual, militer, dan rakyat pada umumnya untuk kembali membersihkan bangsa ini dari kebusukan. Indonesia akan menjadi luar biasa seperti sejarahnya jika kejujuran dan kebenaran kembali berjaya di  negeri ini. Rakyat tak akan terzalimi lagi. Cukup sudah,Negeri ini tlah begitu lelah di jajah bangsa asing dan kita tidak perlu ikut-ikutan hendak menjajahnya.
Semoga saja kegoncangan identitas, atau krisis jati diri yang melanda bangsa ini segera usai. Semoga kita menemukan titik ledak dan meraih identitas yang asli di tahun 2012 ini. Tekad dan harapan kita kedepannya, moral anak bangsa ini tidak lagi mengalami krisis ataupun degradasi. Dimulai dari diri kita sendiri dan keluarga. Bukan waktunya lagi untuk direndahkan dan dipandang sebelah mata oleh bangsa lain. Sudah saatnya bagi bangsa ini menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa kita adalah bangsa yang bermoral, beradab dan beretika. "Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan."(Pepatah Cina Kuno)

Sabtu, 18 Februari 2012

Sajak-sajak Era Susanti


Adikku, aku hendak berkisah padamu tentang masa kecilku
Waktu itu hujan turun begitu deras, aku berjalan tanpa payung
Tak ada yang kutakutkan waktu itu
Meski mengarungi hujan dalam kesendirian
Tapi mengapa saat ini aku takut sekali adikku,
Aku mulai cengeng, terlalu banyak yang kutangisi
Aku takut, kau bernasib seperti aku
Aku takut, kau tak sanggup berjalan dikala hujan tanpa payung
Aku takut, kau takut mengarungi hujan sendirian
Aku takut, terlalu banyak yang kutakuti. Adikku!
Aku takut, kau tak sanggup seperti aku
Aku takut, kau bernasib seperti aku
Aku takut, aku tak mampu memayungimu dikala hujan
                                                                                    Padang, 30 September 2011



Mata-mata kosong kian rabun berjalan sendiri
Memasuki ruas-ruas waktu, dalam.... dan semakin dalam....
O betapa asingnya perjalanan ini
Perjalanan yang berhiaskan putih harapan dan merah darah
Membekukan airmata menjadi kristal garam
Perih, luka ini begitu perih!
                                                                                    Padang, 06 November 2011


Darimana aku harus memulai lagi memahami waktu?
Kemarin aku mendengar kicau burung begitu merdu, dan
Bunyi gesekan bambu tua yang bernyanyi untuk angin
Namun hari ini, kulihat pohon-pohon meranggas dan gedung-gedung pun memudar
Di sini aku menguntai waktu,
Tahun-tahun terasa semakin garang
                                                                        Dharmasraya, 20 Desember 2011



Sebagaimana hari kemarin, dan kemarinnya lagi, dan
Entah berapa banyak kemarin yang tlah kami lalui
Tiada ujung yang dapat kami tangkap, tiada awal yang pernah kami kenal
Apakah lelah kami cukup terbayar dengan petuah dan janji, Tuan dan Nyonya?
                                                                        Dharmasraya, 07 Januari 2012



Seringkali kukatakan padamu, bahwa aku ingin menjelma menjadi lilin
Meski ku tau mereka mencariku hendak membakar tubuhku hingga meleleh tak tersisa
Namu kawan, cahaya redupku mampu menerangi sudut kegelapan
Tetapi engkau selalu berbisik: kita tlah hidup, sebelum lilin lahir
                                                                                    Dharmasraya, 14 Januari 2012

Artikel Era Susanti


Menghadang Terjang Gelombang Kehidupan

“ Hidup adalah seni menyelesaikan masalah-masalah “
Di zaman yang serba kalut, serba susah dan serba tidak pasti ini, menyebabkan timbulnya berbagai problematika kehidupan. Memang yang namanya permasalahan merupakan suatu hal yang pasti dan tidak akan luput dari keseharian kita sebagai mahkluk sosial. Dimanapun, kapanpun, apapun dan dengan siapapun semuanya adalah potensi masalah. Bagaimana kita mensikapi permasalahan hidup agar tidak panik, goyah, kalut bahkan stres?
Terkadang kita tidak menyadari bahwa kita hanyalah makhluk yang memiliki sangat banyak keterbatasan. Untuk mengetahui segala hal yang tidak terjangkau oleh daya nalar dan kemampuan. Hal inilah yang menyebabkan banyak orang yang tidak siap menerima kenyataan hidup hingga terbenam dalam penyesalan, kekecewaan, dan keluh kesah yang berkepanjangan. Orang yang stres adalah orang yang tidak memiliki kesiapan mental menerima kenyataan yang ada, selalu saja pikirannya tidak realistis, sibuk meyesali dan mengandai-andai dengan sesuatu yang sudah tidak ada atau tidak mungkin terjadi. Kita harus lepas dari semua itu, persiapkan diri dan mental untuk menghadapi apapun yang akan terjadi. Yang pasti hidup harus berlanjut, walau badai tak henti menghadang, untuk mampu menghadapi semua itu kita harus meyakini semua adalah campur tangan dari sang Maha Pencipta, tidak ada sesuatupun yang terjadi di dunia ini tanpa seizinnya. Baik berupa musibah maupun nikmat. Andai kita sadar dan meyakininya, maka kita akan memiliki bekal yang sangat kokoh untuk mengarungi dan menghadang terjang gelombang kehidupan, tidak akan pernah gentar menghadapi persoalan apapun karena sesungguhnya yang paling mengetahui struktur masalah kita sebenarnya hanyalah Allah semata.
Kemudian mulai belajar menerima semua permasalahan yang terjadi dalam kehidupan kita dengan kerelaan hari, inilah kenyataan hidup yang harus kita hadapi dengan arif pada setiap episodenya, hadapi dengan lapang dada, kepala dingin dan hati yang ikhlas, jangan selimuti diri dengan keluh-kesah yang hanya akan membutakan mata hati kita, bersikaplah pasrah dan rela menghadapi apapun yang akan terjadi dan menimpa. Namun pengertian Rela bukan berarti pasrah total sehingga tidak berbuat sesuatu. Jangan mempersulit diri sendiri, belajar untuk jujur jauh lebih baik dari pada mendramatisasi perasaan dan pikiran sendiri, semua hanya akan membuat masalah menjadi semakin besar. Selain itu evaluasi diri juga hendaknya kita lakukan, jadikan setiap masalah sarana efektif untuk mengintropeksi diri. Karena hal itu akan menguntungkan kita, jangan terjebak hanya menyalahkan orang lain, menyalahkan takdir, karena tindakan emosional seperti ini sedikit sekali memberi nilai tambah bagi kepribadian kita. Bahkan bila tidak tepat serta berlebihan, hanya akan menimbulkan kebencian dan masalah baru. Jangan takut menghadapi masalah, tapi takutlah tidak mendapat pertolongan Tuhan dalam menghadapinya, dan sadarilah bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita adalah buah dari apa yang telah kita lakukan. So, jangan biarkan diri kita larut dan terombang ambing dalam permainannya, berbuatlah sesuatu dan mintalah pertolongan kepada Sang Penguasa Jagat Raya karna hanya beliaulah satu-satunya yang dapat membantu kita. Yakinlah apabila kita bisa menerima kenyataan itu dengan ikhlas dan sabar, semuakan baik-baik saja. Kan ada mutiara-mutiara indah bergeletakan di pantai, saat badai itu usai!

Rabu, 15 Februari 2012

Motivasi diri by; Era Susanti

Raih Kesuksesan dengan “DUIT” bukan Uang
“Dimana ada kemauan,di situ pasti ada jalan”
Lalu jalan mana yang hendak kita pilih agar dapat meraih kesuksesan...??
Setiap orang pasti ingin meraih kesuksesan, tetapi hal ini tidak mudah didapatkan karena memang dibutuhkan perjuangan keras.Tentu kita seringkali mendengar orang mengatakan hal itu. Dan ungkapan itu memang benar adanya, tidak gampang untuk bisa menjadi orang sukses. Tidak semua orang bisa merasakan suatu kesuksesan dalam kehidupan ini.Banyak rintangan dan hambatan yang harus kita lalui untuk sampai pada titik akhir yang di sebut dengan Kesuksesan.
Kita melihat realita hidup yang begitu kejam, persaingan begitu extrem, hidup begitu perih.Terkadang nyawa di korbankan untuk mendapatkan sesuap nasi saja,perih....kenyataan ini memang mengiris. Tak ada lagi kepedulian antar sesama, yang kaya tak lagi membantu yang miskin, yang kuat tak lagi melindungi yang lemah, pemimpin sibuk kantongi miliyaran rupiah namun tak mau sibuk dengan yang dipimpinnya. Siapa yang peduli dengan nasib kita, jika tidak kita sendiri? siapa yang akan merubah nasib kita jika tidak kita sendiri?so, jangan pernah berputus asa. Jangan pernah menyalahkan takdir, jangan pernah menyalahkan siapapun atas hidup kita dan jangan pernah beranggapan bahwa hidup tidak adil. Mari, Pastikan  kita raih kesuksesan dengan “DUIT”(Do’a, Usaha, Ikhtiar, Tawakal) bukan Uang atau Rupiah.
Sekarang saatnya kita bangkit dari alunan perih hidup ini, mari kita ubah jalan hidup yang menyakitkan. Tak perlu lagi airmata, sekarang bukan saatnya bercengeng-cengeng kepada orang lain, Berbuatlah untuk diri sendiri dan keluarga yang selama ini telah memberi ruang, pengorbanan, dan waktu untuk kita manjakan diri. Memang sebagian orang beranggapan bahwa “kesuksesan bergantung kepada Uang, Ingin sukses itu harus sekolah”. Coba engahkan kata-kata itu sementara dari pemikiran kita, sekarang coba fikirkan sesuatu cara bagaimana kita bisa sukses tanpa Uang atau ijazah Sarjana. Bukankah kita terlahir kedunia ada yang menciptakan kita?Bukankah kita mempunyai Agama sebagai Kepercayaan dan Tuhan tempat kita memohon?
Memang dalam hidup ini, tidak selamanya apa yang kita lakukan berjalan mulus tanpa rintangan. Selalu ada saja ujian atau cobaan. Selalu ada kegagalan dalam bagian hidup kita. Kita semua pernah dirundung masalah atau saat mengalami kegagalan, kita merasa sendirian ? Seolah tidak ada orang yang peduli dengan kita.kita merasa kecewa dan frustasi. Kita mencoba meminta bantuan seseorang, tapi bukan bantuan yang kita dapat, melainkan kekecewaan. Dan kita harus mulai sadar, bahwa semua masalah harus kita selesaikan sendiri. kita harus bertanggung jawab terhadap nasib kita. Mari berjuang melawan kerasnya hidup, berusaha dengan sungguh-sungguh, perbanyak DUIT(do’a,usaha,ikhtiar,tawakal) kepada Sang Pencipta.

 ALLAH  tidak akan menyia-nyiakan kesungguhan kita, tetap menjadi pribadi yang jujur dan sabar dalam menghadapi setiap cobaan hidup.Segala pencapaian kesuksesan tertinggi dari seseorang, selalu dihiasi dengan serangkainan kegagalan dan kekecewaan, yakinkan diri bahwa kita mampu Raih Kesuksesan dengan “DUIT” bukan Uang.

Cerpen Era Susanti

Mimpi  Lilin Kecil

Penderitaan itu berawal, saat Lilin seorang gadis yang baru berusia 5 tahun harus menerima kenyataan yang sama sekali belum ia mengerti. Kedua orangtuanya bercerai, ia hanya bisa pasrah tanpa mampu berbuat apa-apa. Apa yang tengah terjadi di keluargaku? Kenapa ayah sudah tak pernah terlihat lagi di rumah? Kemana ayah? Mengapa ibu menangis? Bisik Lilin dalam hati tanpa berani bertanya kepada ibunya apa sebenarnya yang telah terjadi di dalam keluarga mereka.
Seiring berjalannya waktu, Lilin akhirnya bisa mengerti apa yang terjadi dengan keluarganya. Semenjak perceraian itu, ibunyalah yang harus membanting tulang bekerja untuk menghidupi Lilin dan tiga orang kakaknya. Sedangkan ayahnya menghilang bak ditelan bumi tanpa sedikitpun memikirkan keadaan Lilin dan kakak-kakaknya.
Setiap paginya, saat Lilin bangun hendak berangkat ke sekolah. Ia tak mendapati lagi sosok wanita paruh baya itu di rumah. Namun tidak pagi ini, ia melihat ibunya masih menggulung badannya dengan selimut tebal di tempat tidur, dan terdengar desah nafas serta uring-uringan menahan sakit. Lilin panik” ibu, ibu kenapa? Ibu sakit?” Tanya Lilin sambil merangkul dan meraba kening ibunya. “ badan ibu panas sekali, ibu harus berobat”. Namun ibunya menjawab,”ibu tidak apa-apa nak, berangkatlah ke sekolah, Lilin harus jadi orang sukses” ucap ibunya sambil menghapus tetesan airmata yang mengalir di pipinya. “tapi ibu sakit, Lilin mau menjaga ibu di rumah” ucap Lilin sambil menangis. “sudahlah nak, ibu tidak apa-apa. Berangkatlah nanti Lilin terlambat, kan ada kakakmu yang menjaga ibu di rumah.” Bujuk ibunya agar Lilin mau berangkat ke sekolah.
Dengan langkah gontai, Lilin berangkat ke sekolah karena ia tidak mau mengecewakan ibunya. Di jalan, sejuta tanya menumpuk di benak Lilin. Apa yang bisa ia lakukan untuk membahagiakan ibunya? Kenapa ayah yang seharusnya bertanggungjawab atas hidupnya menghilang tanpa rasa bersalah sedikitpun. Semua ini salah ayah,,,aku benci ayah...!!! teriak Lilin tanpa sadar.
Semenjak perceraian itu, ayahnya sudah tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya ke rumah Lilin. Lilin sudah tidak pernah lagi mendapat nafkah dari ayahnya, bahkan kabar, dimana ayahnya berada ia sudah tidak tahu lagi. Semua tanggungjawab ayah di bebankan kepada ibunya. Wajar rasanya muncul kekecawaan dalam diri gadis yang mulai beranjak remaja itu terhadap sosok ayahnya.
Tanpa terasa, langkah Lilin memasuki gerbang sekolah dimana ia menuntut ilmu setiap harinya. Di kelas, sejak pelajaran dimulai, hingga waktu istirahat, dan bahkan pelajaran berakhir. Lilin murung, pemikirannya masih dikuasai oleh bayangan ibunya yang terbaring sakit di rumah, tak satu halpun yang dilakukan temannya yang mampu menarik perhatiannya.”teng,,,teng,,,teng...!!! pelajaran berakhir semua boleh pulang” kata ketua kelas. Karena hari ini, bu Suci guru mata pelajaran Agama tidak masuk, ia meninggalkan tugas menghapal ayat pendek untuk ujian praktek minggu depan. Dengan bergegas Lilin mengemasi peralatan belajarnya dan berlari keluar kelas.
Perjalanan pulang Lilin pun kembali dipenuhi bayangan akan ibunya. Aku harus melakukan sesuatu untuk ibu, ibu harus sembuh...!!terasa ada sesuatu yang menekan di dada Lilin, menyuruh melakukan sesuatu untuk ibunya. Lilin akhirnya sampai di rumah, di lihatnya ada obat di samping tempat tidur ibunya dan sepiring nasi yang tengah di suap perlahan oleh ibunya. “ Ibu gimana, udah mendingan? Ibunya menjawab dengan senyuman,” ibu udah mendingan sayang, tadi sebelum berangkat kerja kakakmu membelikan ibu obat. Sudah, kamu gak usah khawatir. Bentar lagi ibu pasti sembuh, ok..?? Lilin pun tersenyum.
Malam harinya, di kamar Lilin masih memikirkan ibunya. Ibu...?? ingatan Lilin kembali lagi memutar ke kejadian 10 tahun silam, saat awal penderitaan ibunya. Beban empat orang anak harus di tanggung sendiri oleh seorang petani wanita paruh baya itu. Sanak family tak seorangpun yang peduli, bahkan hinaan dan cacian yang sering di dapatkan dari mereka. Setiap hari sebelum fajar menampakkan sinarnya, wanita paruh baya itu sudah harus berangkat ke kebun. Memotong karet peninggalan orangtuanya dulu, pendapatan yang jauh dari cukup. Masih ia sisihkan untuk biaya sekolah Lilin putri bungsunya, sedangkan kakak-kakak Lilin tak seorangpun yang bisa menamatkan SD karna sulitnya hidup. Namun Lilin jauh lebih beruntung dari mereka. Lilin saat ini telah duduk di bangku kelas 3 SMP.
Aku harus bisa merubah semuanya, takkan ada lagi tangisan. Ini mimpiku, ibu harus bahagia dan tak seorangpun yang bisa menyakiti ibu... tak seorangpun... kakak, kita harus bersama-sama melindungi ibu. Aku harus SUKSES,,,SUKSES,,,SUKSES,,,!!! Coretan-coretan kecil yang ditulis Lilin tentang mimpinya yang berharap menjadi pelindung, pelita dan penerang bagi keluarganya. Lilin terlelap dalam tidurnya dengan berjuta mimpi dan harapannya.
Akankah mimpi Lilin kecil yang berharap Lentera hidup bagi keluarganya ini bisa terwujud...??? Hanya Lilin dengan kesungguhannya dan waktu yang bisa menjawabnya serta ridho Yang Maha Kuasa. Tetaplah semangat wahai Lilin kecil, meski waktu akan mampu melenyapkanmu dalam sekejap saja. Setidaknya kau lebur demi menerangi orang-orang yang kau sayangi. Jangan pernah menyerah, Ingat...” dimana ada kemauan, di situ pasti ada jalan”.
Persembahan kecil untuk amakku tercinta, ILU...IMU...and INU( i lup u,i miss u, and i need u) forever mak...!!!