Belakangan
ini Dunia Perpolitikan seakan menjadi incaran para elit Negeri, mereka seakan
melihat Dunia Perpolitikan bak ladang
emas sehingga mereka berebutan dan berbondong-bondong hendak terjun ke Dunia
Perpolitikan. Meski sekalipun mereka tidak mengerti tentang Politik, bagi
mereka berhasil merebut kursi bukan mereka yang mengerti dan menguasai Ilmu Politik.
Tetapi mereka yang menguasai dan lihai menjual
janji, sehingga mampu membuat hati rakyat melambung penuh harap dengan
janji manis yang mereka tawarkan. Ya, begitulah keadaan Dunia Perpolitikan di
Bumi Pertiwi beberapa episode belakangan. Kecurangan terjadi di setiap sudut,
apapun mereka lakukan untuk mendapatkan angka terbanyak menuju kuasa. Kejujuran
menjadi barang usang yang tak laku
sama sekali, kebenaranpun diobral
namun seorangpun tak hendak meliriknya. Yang populer hanyalah kecurangan,
apapun akan dilakukan demi Kursi Kekuasaan yang kelak akan menjamin kepuasan
jika mereka berhasil merebutnya dari tangan rakyat.
Bagi mereka yang
sulit hanyalah merebut kursi itu dari tangan rakyat, namun apabila mereka telah
berhasil merebutnya. Maka yang akan menjadi armada pemegang kendali adalah
mereka. Rakyat hanya akan gigit jari,
menunggu janji yang tak kunjung ditepati. Janji hanya tinggal janji, rakyat
selamanya akan tetap menjadi rakyat. Yang suaranya selalu terselip dilipatan
angka-angka, “suara kami memang dicatat
di kertas, direkam di komputer, diputar lewat pengeras suara. Tapi suara kami
selalu dihitung tanpa nomor dan halaman, hingga api suara kami tetap terselip
di lipatan angka-angka. Hanya membakar-bakar dada.” (Suara Kami Selalu
Terselip Di Lipatan Angka-Angka,Jamal D. Rahman. 2003)
Republik yang katanya
menganut Sistem Demokrasi ini, yang katanya pemegang kekuasaan tertinggi adalah
rakyat. Kedaulatan berada di tangan rakyat. Namun sayang sungguh sayang, rakyat
dibuat tak lebih dari Boneka. Yang hanya bisa menurut apa kata Si Empunya.
Sembako naik, rakyat hanya bisa mengeluh dan tetap membeli semampunya. BiayaPendidikan
mahal, jika ingin anak tetap mengenyam Pendidikan maka berhutang ke sana ke
mari untuk tetap dapat membayarnya tak jadi masalah. BBM tak mau ketinggalan di
bawah, ia pun naik. Rakyat hanya bisa mengusap dada, ada yang mencoba bersuara.
Namun lagi-lagi suaranya disambar Sang Garuda. Inikah arti demokrasi
sesungguhnya?
Dunia Perpolitikkan
memang penuh warna, kursi empuk yang di impor
dari Negeri tetangga sungguh sangat menggoda. Sampai-sampai ada yang dibuat
terlelap saat mendudukinya. Kemewahan yang sangat luar biasa. Lalu dimana
rakyat yang dulu pemilik kursi itu, yang telah memberikan kekuasaan kepada
empunya yang baru dengan penuh harap akan janji yang tlah ditawarkan dan
berhasil membuat rakyat melambung, hanyut dibuai harap? Apakah mereka lupa,
mereka tidak ingat, meraka ingat tapi pura-pura tak ingat, atau mereka sengaja
melupakannya? Entahlah....karena yang pasti kecewa ya pastilah rakyat, dan
mereka yang tlah berhasil merebut kursi kekuasaan dari tangan rakyat itu
pastilah hidupnya sudah sangat bahagia.
Kekecewaan rakyat tidak
sampai di situ saja, mereka yang memiliki kekuasaan tidak puas dengan apa yang
telah mereka miliki, namun sesuatu yang seharusnya menjadi hak milik rakyatpun
masih saja mereka rampas. Jika sudah ketahuan, tak seorangpun yang mau mengaku.
Semua belagak suci, semua mengaku benar dan sedikitpun tak mau disalahkan.
Korupsi jutaan, milyaran, bahkan triliyunan rupiah seakan menjadi budaya para
penguasa di negeri ini. Jika terbukti, maka mulailah mereka kembali hendak
mencuri simpati rakyat, berawal dengan permintaan maaf yang sebesar-sebesarnya
atas kekhilafan yang dilakukan. Karena fitrah manusia yang tak pernah luput
dari salah dan dosa. Fitrah manusia yang tak pernah merasa puas, maka mereka
kembali berhasil meraih simpati rakyat.
Saat ini para
penguasa seakan menyulap Dunia Perpolitikan menjadi Kanca Dusta, tempat
bernaungnya Kebohongan. Selalu ada cela untuk kecurangan, mulai dari berbagai
bentuk kasus suap, pengadaan Al-quran, dan masih banyak kasus korupsi
lain yang dilakukan para penguasa Negeri. Kita sebagai rakyat, jika kejadian
ini tak ingin lagi terulang, maka kita sudah seharusnya menjadi sedikit lebih cerdas.
Jangan lagi mau di buai dengan janji jika tidak terbukti, lihatlah sesuatu itu
dari sudut kebenaran dan kejujuran. Kita harus mampu memilih yang terbaik.
Jangan terlena dengan kesenangan sesaat, fikirkanlah masa depan bangsa kita
kedepan. Nilailah segala sesuatu dengan hati nurani, jangan biarkan lagi dunia
perpolitikan kita menjadi Kanca Dusta bagi mereka penguasa yang hanya menggilai
dunia. Carilah pemimpin yang dapat mempertanggungjawabkan kepercayaan yang
telah kita berikan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Pemimpin yang takut
akan salah, pemimpin yang tak ingkar janji dan pemimpin yang peduli. (Era
Susanti)