Rabu, 01 Agustus 2012

Inikah Demokrasi yang Sesungguhnya?


Kanca Dusta
                      Belakangan ini Dunia Perpolitikan seakan menjadi incaran para elit Negeri, mereka seakan melihat Dunia Perpolitikan bak ladang emas sehingga mereka berebutan dan berbondong-bondong hendak terjun ke Dunia Perpolitikan. Meski sekalipun mereka tidak mengerti tentang Politik, bagi mereka berhasil merebut kursi bukan mereka yang mengerti dan menguasai Ilmu Politik. Tetapi mereka yang menguasai dan lihai menjual janji, sehingga mampu membuat hati rakyat melambung penuh harap dengan janji manis yang mereka tawarkan. Ya, begitulah keadaan Dunia Perpolitikan di Bumi Pertiwi beberapa episode belakangan. Kecurangan terjadi di setiap sudut, apapun mereka lakukan untuk mendapatkan angka terbanyak menuju kuasa. Kejujuran menjadi barang usang yang tak laku sama sekali, kebenaranpun diobral namun seorangpun tak hendak meliriknya. Yang populer hanyalah kecurangan, apapun akan dilakukan demi Kursi Kekuasaan yang kelak akan menjamin kepuasan jika mereka berhasil merebutnya dari tangan rakyat.
                           Bagi mereka yang sulit hanyalah merebut kursi itu dari tangan rakyat, namun apabila mereka telah berhasil merebutnya. Maka yang akan menjadi armada pemegang kendali adalah mereka. Rakyat hanya akan gigit jari, menunggu janji yang tak kunjung ditepati. Janji hanya tinggal janji, rakyat selamanya akan tetap menjadi rakyat. Yang suaranya selalu terselip dilipatan angka-angka, “suara kami memang dicatat di kertas, direkam di komputer, diputar lewat pengeras suara. Tapi suara kami selalu dihitung tanpa nomor dan halaman, hingga api suara kami tetap terselip di lipatan angka-angka. Hanya membakar-bakar dada.” (Suara Kami Selalu Terselip Di Lipatan Angka-Angka,Jamal D. Rahman. 2003)
                           Republik yang katanya menganut Sistem Demokrasi ini, yang katanya pemegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Kedaulatan berada di tangan rakyat. Namun sayang sungguh sayang, rakyat dibuat tak lebih dari Boneka. Yang hanya bisa menurut apa kata Si Empunya. Sembako naik, rakyat hanya bisa mengeluh dan tetap membeli semampunya. BiayaPendidikan mahal, jika ingin anak tetap mengenyam Pendidikan maka berhutang ke sana ke mari untuk tetap dapat membayarnya tak jadi masalah. BBM tak mau ketinggalan di bawah, ia pun naik. Rakyat hanya bisa mengusap dada, ada yang mencoba bersuara. Namun lagi-lagi suaranya disambar Sang Garuda. Inikah arti demokrasi sesungguhnya?
                           Dunia Perpolitikkan memang penuh warna, kursi empuk yang di impor dari Negeri tetangga sungguh sangat menggoda. Sampai-sampai ada yang dibuat terlelap saat mendudukinya. Kemewahan yang sangat luar biasa. Lalu dimana rakyat yang dulu pemilik kursi itu, yang telah memberikan kekuasaan kepada empunya yang baru dengan penuh harap akan janji yang tlah ditawarkan dan berhasil membuat rakyat melambung, hanyut dibuai harap? Apakah mereka lupa, mereka tidak ingat, meraka ingat tapi pura-pura tak ingat, atau mereka sengaja melupakannya? Entahlah....karena yang pasti kecewa ya pastilah rakyat, dan mereka yang tlah berhasil merebut kursi kekuasaan dari tangan rakyat itu pastilah hidupnya sudah sangat bahagia.
                           Kekecewaan rakyat tidak sampai di situ saja, mereka yang memiliki kekuasaan tidak puas dengan apa yang telah mereka miliki, namun sesuatu yang seharusnya menjadi hak milik rakyatpun masih saja mereka rampas. Jika sudah ketahuan, tak seorangpun yang mau mengaku. Semua belagak suci, semua mengaku benar dan sedikitpun tak mau disalahkan. Korupsi jutaan, milyaran, bahkan triliyunan rupiah seakan menjadi budaya para penguasa di negeri ini. Jika terbukti, maka mulailah mereka kembali hendak mencuri simpati rakyat, berawal dengan permintaan maaf yang sebesar-sebesarnya atas kekhilafan yang dilakukan. Karena fitrah manusia yang tak pernah luput dari salah dan dosa. Fitrah manusia yang tak pernah merasa puas, maka mereka kembali berhasil meraih simpati rakyat.
                           Saat ini para penguasa seakan menyulap Dunia Perpolitikan menjadi Kanca Dusta, tempat bernaungnya Kebohongan. Selalu ada cela untuk kecurangan, mulai dari berbagai bentuk kasus suap, pengadaan Al-quran, dan masih banyak kasus korupsi lain yang dilakukan para penguasa Negeri. Kita sebagai rakyat, jika kejadian ini tak ingin lagi terulang, maka kita sudah seharusnya menjadi sedikit lebih cerdas. Jangan lagi mau di buai dengan janji jika tidak terbukti, lihatlah sesuatu itu dari sudut kebenaran dan kejujuran. Kita harus mampu memilih yang terbaik. Jangan terlena dengan kesenangan sesaat, fikirkanlah masa depan bangsa kita kedepan. Nilailah segala sesuatu dengan hati nurani, jangan biarkan lagi dunia perpolitikan kita menjadi Kanca Dusta bagi mereka penguasa yang hanya menggilai dunia. Carilah pemimpin yang dapat mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah kita berikan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Pemimpin yang takut akan salah, pemimpin yang tak ingkar janji dan pemimpin yang peduli. (Era Susanti)

Jangan biarkan Bulan Suci berlalu tanpa Rasa


Bulan Suci Tinggal Nama, Tlah Hilang Rasa
Bulan ramadhan merupakan bulan suci bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia. Bulan dimana umat Islam berpuasa sebulan penuh, menahan lapar dan haus serta semua hal yang membatalkan puasa dan menjauhi semua hal yang dapat mengurangi amalan ibadah puasa. Bulan ramadhan merupakan kesempatan terindah bagi umat Muslim, karena di bulan ramadhan kita diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dan menghapus dosa-dosa yang telah kita lakukan di bulan-bulan lainnya. Banyak amalan-amalan sunnah yang ada di bulan ramadhan dan tidak kita jumpai di bulan-bulan lain. Karena ALLAH tlah berjanji bagi mereka yang menjalankan amalan-amalan ibadah di bulan ramadhan dengan ikhlas, ALLAH akan mensucikan diri mereka kembali seperti bayi dan menghapus semua dosa-dosa yang telah dilakukan di bulan-bulan atau tahun-tahun sebelumnya.
Dulu, di zaman saisuak umat Muslim benar-benar memanfaatkan moment bulan suci ramadhan untuk mensucikan diri dari dosa-dosa yang telah dilakukan di masa lampau. Ingat saya, sewaktu saya masih kecil ibu saya selalu menyuruh saya puasa walaupun itu hanya setengah hari saja. Dan pada malam harinya ibu selalu membawa saya ke surau untuk melakukan sholat taraweh, surau penuh setiap malamnya, dan keadaan itu berlanjut sampai akhir ramadhan. Dulu kalau tidak puasa malu, namun jika dilihat dengan keadaan kita di era sekarang sungguh sangat jauh berbeda. Saat ini kita tidak lagi menghargai datangnya bulan suci ramadhan. Bulan suci seakan hanya tinggal nama, namun tlah hilang rasa. Karena banyak diantara kita tak lagi menghargai bulan suci. Jangankan melakukan amalan-amalan yang disunnahkan. Puasa yang diwajibkan saja banyak diantara kita yang enggan melakukannya.
Bisa kita saksikan di tempat-tempat umum saat ini, banyak sekali diantara kita yang seenaknya saja makan dan minum. Warung-warung makanan bebas buka di siang hari, dan penuh dengan pengunjung. Tak ada lagi rasa malu kita jika tidak berpuasa, rasa tenggang rasa dan saling menghargai seakan tlah luntur di dalam diri kita. Begitu juga jika malam, di bulan suci ini seharusnya kita mengisi malam-malam kita dengan sholat tarawih di mesjid dan tadarus Al-qur’an. Namun baru sepekan ramadhan, banyak mesjid yang tlah kembali sunyi di tinggal penghuninya. Mesjid yang sesak dengan jamaahnya di awal-awal ramadhan, seakan tlah kehilangan pesonanya. Yang tertinggal hanya beberapa safjamaah saja.
Para pemuda lebih senang huru-hara di jalanan dan di tempat-tempat hiburan atau nongkrong di rumah sambil BBM-an atau Chatting di Warnet. Jika tidak, nongkrong bareng teman atau kekasih hati jauh lebih menarik dari sholat tarawih atau tadarusan di mesjid. Sholat tarawih bagi generasi muda hanya alasan untuk dapat keluar dari rumah. Dengan bermodalkan sarung, peci atau mukena izin ke mesjidpun akan didapat dengan gampang. Namun bukan mesjid yang dituju, melainkan tempat tongkrongan favorit bersama teman-teman atau kekasih hati.
Lain cerita generasi muda, lain pula versi orangtua. Biasanya pekan ke dua mesjid akan semakin kehilangan pesonanya, karena yang hadir untuk sholat tarawih hanyalah beberapa orang tua/manula karena mengikuti sholat empat puluh. Para orangtua punya alasan berbeda untuk tidak ke mesjid. Yaitu sibuk membuat kue untuk lebaran, sungguh kita benar-benar tlah kehilangan hati nurani. Lebaran sesungguhnya bukan matrealis seperti saat ini yang di sambut dengan berbagai macam kue, berbagai macam model pakaian, sepatu, jilbab dan mukena baru tak ketinggalan. Bukan itu sebenarnya, Lebaran merupakan kemenangan bagi mereka yang berhasil membelenggu diri dengan amalan-amalan di bulan suci ramadhan. Kemenangan bagi mereka yang berhasil menahan hawa nafsu dan menghindar dari godaan setan yang terkutuk. Maka di Idul Fitri ALLAH memberi kemenangan kepada meraka dengan menjadi suci kembali seperti bayi yang baru dilahirkan.
Sebelum Ramadhan berakhir, mari manfaatkan kesempatan ini untuk memperbaiki diri kita. Mari melakukan amalan-amalan yang dapat meningkatkan derajat kita di mata Sang Pencipta, berharap meraih kemenangan di Idul Fitri nanti. Semoga amalan yang kita lakukan di bulan ramadhan ini dapat menghapus segala dosa-dosa yang pernah kita lakukan, dan ALLAH mensucikan kita kembali. Seperti kertas kosong yang putih tanpa noda. Jangan biarkan bulan suci ini berlalu tanpa rasa, karena belum tentu kita akan bertemu lagi dengan bulan suci berikutnya. Jangan sia-siakan kesempatan ini, karena kita belum terlambat. Masih ada waktu, masih ada kesempatan. Mari kembali intropeksi diri.Jika kita berjalan menuju ALLAH, maka ALLAH akan berlari menuju kita.Yakinlah! (Era Susanti)