Kamis, 13 Maret 2014

Firasat?



  Bahasa Alam
“Ku percaya alam pun berbahasa, ada makna di balik semua pertanda. Firasat ini... Rasa rindukah ataukah tanda bahaya. Aku tak peduli,,, ku terus berlari...” Seperti bait lirik lagu Firasat yang dipopulerkan Marcell, bahwa bahasa bukan hanya milik kita manusia. Alam pun mampu berbahasa. tlah begitu banyak pertanda yang diberikan alam kepada kita untuk lebih peka menemukan makna dibalik semua pertanda itu.
Beberapa dekade terakhir, alam seakan tlah enggan bersahabat dengan kita. Juga dengan tahun ini, awal tahun hingga detik ini bencana begitu enggan melepas ibu pertiwi dari genggamannya. Di awali dengan banjir, erupsi beberapa gunung berapi, hingga kebakaran lahan hebat melanda Riau yang berakibat fatal. Ibu pertiwi harus menangis kembali menyaksikan duka yang tak henti mengiringi jejak langkahnya. Bumi menggelap, ekonomi merosot, politik kocar-kacir, ribuan anak negeri menangis, terkapar menahan sakit, dan tak sedikit yang harus meregang nyawa. Sebuah pertanyaan yang tak tahu jawaban pastinya kembali mengawang dibenak saya, apa sebenarnya makna dari bahasa alam yang hendak disampaikan kepada ibu pertiwi?
Sedikit mencoba mengais sejarah yang saya pelajari dibangku sekolah, bahwa bangsa kita dalam sejarah terbingkai dalam potret yang begitu indah, dikenal sebagai bangsa yang beradap dan berbudi luhur di mata dunia, hidup yang tercover oleh falsafah “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya walaupun berbeda-beda, tetapi tetap sama. Berpegang pada ideologi Pancasila, dan bersistem Pemerintah Demokrasi yang meletakkan segala keputusan berdasarkan musyawarah. Lalu kini, tanpa perlu pertanyaan lagi realita menjawab bahwa semua hanya terukir indah dalam bingkai mewah yang di letakkan dalam gedung-gedung megah sebagai pencitraan belaka. Benarkah atau sekedar asumsi saya? siapa salah, siapa benar? Tak seorangpun diantara kita yang mau mengaku salah (termasuk saya) dan semua kita mengaku dan ingin sebagai pihak yang benar.
Lalu apa ada kaitan antara sejarah dan realita bangsa dengan bencana yang tak henti melanda? Berbicara tentang ungkapan adalah salah satu topik yang sangat saya sukai di bidang ilmu yang saya pelajari. “kita akan memanen hasil dari apa yang kita tanam” adalah salah satu motto hidup saya. Dan tentang musibah dan bencana yang tak kunjung redah, menurut asumsi saya, juga merupakan hasil dari benih yang telah kita tanam.
Untuk itu, mari kita merenungi kembali salah satu firman Allah yang artinya, “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
Sebelum kita lebur dalam kebinasaan, mari kita intropeksi diri kita kembali. Kita pangkas benih-benih keburukan, dan kita tanam kembali benih-benih kebaikan. Dan bahasa alam, merupakan salah satu kesempatan yang diberikan. Mari temukan makna dan hikmah dibalik semuanya. Kembalikan senyum merekah Ibu Pertiwi, seperti yang terbingkai dalam sejarah. Ini tanggungjawab bersama, terutama kita generasi muda. Tampuk masa depan bangsa ini berada di tangan kita. let’s try guys... (Era Susanti)