Bahasa Alam
“Ku
percaya alam pun berbahasa, ada makna di balik semua pertanda. Firasat ini...
Rasa rindukah ataukah tanda bahaya. Aku tak peduli,,, ku terus berlari...” Seperti bait lirik lagu Firasat yang dipopulerkan
Marcell, bahwa bahasa bukan hanya milik kita manusia. Alam pun mampu berbahasa.
tlah begitu banyak pertanda yang diberikan alam kepada kita untuk lebih peka
menemukan makna dibalik semua pertanda itu.
Beberapa dekade terakhir, alam seakan
tlah enggan bersahabat dengan kita. Juga dengan tahun ini, awal tahun hingga
detik ini bencana begitu enggan melepas ibu pertiwi dari genggamannya. Di awali
dengan banjir, erupsi beberapa gunung berapi, hingga kebakaran lahan hebat
melanda Riau yang berakibat fatal. Ibu pertiwi harus menangis kembali menyaksikan
duka yang tak henti mengiringi jejak langkahnya. Bumi menggelap, ekonomi
merosot, politik kocar-kacir, ribuan anak negeri menangis, terkapar menahan
sakit, dan tak sedikit yang harus meregang nyawa. Sebuah pertanyaan yang tak
tahu jawaban pastinya kembali mengawang dibenak saya, apa sebenarnya makna dari
bahasa alam yang hendak disampaikan kepada ibu pertiwi?
Sedikit mencoba mengais sejarah yang
saya pelajari dibangku sekolah, bahwa bangsa kita dalam sejarah terbingkai
dalam potret yang begitu indah, dikenal sebagai bangsa yang beradap dan berbudi
luhur di mata dunia, hidup yang tercover
oleh falsafah “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya walaupun berbeda-beda, tetapi
tetap sama. Berpegang pada ideologi Pancasila, dan bersistem Pemerintah
Demokrasi yang meletakkan segala keputusan berdasarkan musyawarah. Lalu kini,
tanpa perlu pertanyaan lagi realita menjawab bahwa semua hanya terukir indah
dalam bingkai mewah yang di letakkan dalam gedung-gedung megah sebagai
pencitraan belaka. Benarkah atau sekedar asumsi saya? siapa salah, siapa benar?
Tak seorangpun diantara kita yang mau mengaku salah (termasuk saya) dan semua
kita mengaku dan ingin sebagai pihak yang benar.
Lalu apa ada kaitan antara sejarah dan
realita bangsa dengan bencana yang tak henti melanda? Berbicara tentang
ungkapan adalah salah satu topik yang sangat saya sukai di bidang ilmu yang
saya pelajari. “kita akan memanen hasil
dari apa yang kita tanam” adalah salah satu motto hidup saya. Dan tentang
musibah dan bencana yang tak kunjung redah, menurut asumsi saya, juga merupakan
hasil dari benih yang telah kita tanam.
Untuk itu, mari kita merenungi kembali
salah satu firman Allah yang artinya, “Dan jika
Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang
yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan
kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya
perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu
sehancur-hancurnya.”
Sebelum kita lebur dalam kebinasaan, mari kita intropeksi
diri kita kembali. Kita pangkas benih-benih keburukan, dan kita tanam kembali
benih-benih kebaikan. Dan bahasa alam, merupakan salah satu kesempatan yang
diberikan. Mari temukan makna dan hikmah dibalik semuanya. Kembalikan senyum
merekah Ibu Pertiwi, seperti yang terbingkai dalam sejarah. Ini tanggungjawab
bersama, terutama kita generasi muda. Tampuk masa depan bangsa ini berada di
tangan kita. let’s try guys... (Era
Susanti)