Sabtu, 24 Desember 2016

Tulisan Lama, Artikel "Masak Karbit" semoga bermanfaat! #LatePost



Masak Karbit
Seminggu yang lalu amak saya menebang pisang di polak (kebun), pisang itu belum terlalu tua. Tapi sudah ditebang. “lun tuo nampak dek wak pisang mak de li de, ngapo copeknyan tobang e?” (sepertinya pisang mak itu belum tua, mengapa cepat sekali ditebang?) saya bertanya kepada amak saya. Amak saya menjawab, “te lah, pogham dalam karbit ko” (biarlah, nanti diperam/dimasak dalam karbit). Dua hari kemudian pisang tersebut masak. Saya bingung! Pisang yang belum tua itu, kok bisa cepat sekali masaknya kalau di karbit? Lalu uni saya menggoreng pisang tersebut, dan saya memakannya, rasa pisang itu tidak manis. Loh, kok seperti ini? Padahalkan kulitnya sudah menguning, pertanda pisang sudah masak. Pisang masak biasanya manis. Tapi pisang ini masak, rasanya tidak manis? Lalu uni saya menjawab, “namo e ye la masak karbit, masak taposo” (namanya saja masak karbit, masaknya karena terpaksa)
Karbit itu seperti tepung, berwarna putih dan berhawa panas, Kata amak saya, tapi amak saya juga tidak tahu karbit terbuat dari apa. Yang ia tahu cara memasak buah-buahan dengan menggunakan karbit. Caranya yaitu buahan dan karbit di masukkan ke dalam suatu wadah yang tidak masuk angin. Diikat kuat dan rapat, lalu dibiarkan. Dua hari kemudian dilihat buahan yang dimasukkan ke dalam karbit itu apapun jenisnya pasti sudah masak. Gampang sekali kan?
Cerita masak karbit mengingatkan saya dengan kondisi generasi muda kita saat ini. Melihat dari bebarapa aspek, generasi muda (remaja) saat ini seperti dimasak dalam karbit. Dan masyarakat seakan menyukai dan menerima saja. Menurut saya kita tahu, tapi pura-pura tidak tahu dan bersikap acuh. Kita tahu hal itu tidak baik, dan hasilnya juga tidak seperti yang diharapkan. Namun seakan tidak ada kepedulian dan respon sebagai masyarakat dan para orangtua untuk menyadarkan mereka bahwa yang mereka lakukan tidak baik untuk perkembangan mereka kelak. Hal ini  membuat mereka merasa sudah memilih jalan yang benar dan diterima oleh oleh orangtua dan masyarakat sekitarnya. Padahal tidak! Hal itu dapat membuat bangsa kita semakin terpuruk jika kelak telah berada di tangan mereka. Generasi yang rusak akhlak dan moralnya.
Contoh pengamatan saya tentang beberapa remaja (keponakan saya) yang tengah mengalami masa masa puber. Setiap waktu luangnya sepulang sekolah hanya dihabiskan untuk berteleponan dengan mungkin (sang kekasih atau temannya) atau jika tidak dihabiskan dengan internet, facebook dan berkumpul dengan temannya, sibuk dengan cerita mengenai kekasih atau orang yang ditaksirnya. Tidak ada niat untuk mengulang pelajaran atau membantu orangtuanya. Begitu juga dengan cara berpakaiannya, setiap hari selalu ingin  memakai pakaian yang bagus, bahkan gayanya, bedak atau kosmetiknya  terkadang sudah sama dengan ibunya, (Itu yang perempuan), lain lagi cerita dengan remaja laki-laki, baru belasan tahun sudah menjadi seorang pencandu rokok, bahkan mengkonsumsi rokok sehari sama banyak dengan ayahnya.
Bebapa hal ini saya anggap luput dari pandangan orangtua, sebenarnya tidak. Hal ini diketahui oleh para orangtua. Bahkan mereka merestui perbuatan anak-anaknya tersebut. Tanpa mereka sadari itu akan merusak anak mereka kelak. Kita seharusnya menyadari bahwa beberapa contoh hal yang saya kemukakan yang dilakukan remaja saat ini dapat merusak fisik dan moral mereka nantinya. Masa depan mereka masih panjang, dan mereka akan melalui hal itu setelah dewasa nanti. Jadi jangan seperti masak karbit, hasilnya akan mengecewakan nantinya.
Para orangtua hendaknya lebih memahami apa yang dibutuhkan anaknya di masa remaja. Jangan hanya memfasilitasi saja, dan kita, baik itu guru, masyarakat, tetangga, kakak dari mereka harus menasehati mereka agar berbuat dan bertingkah selayak umurnya. Jangan mencoba dan melakukan hal yang dilakukan oleh orang dewasa (negatif), dan media massa juga berperan penting dalam hal ini. Jangan menyuguhkan hal negatif untu para remaja. Karena masa remaja adalah masa transisi menuju dewasa, mereka memiliki kegemaran untuk mencoba-coba. Selamatkan generasi muda kita, ini tanggungjawab kita semua. Jangan biarkan nantinya mereka tumbuh dan berkembang seperti buah-buahan yang dimasak dalam karbit. Masak, tapi tidak manis! Berkembang dan tumbuh, tapi tidak bermanfaat dan merusak! (Era Susanti)