Mimpi
Lilin Kecil
Penderitaan itu berawal, saat Lilin
seorang gadis yang baru berusia 5 tahun harus menerima kenyataan yang sama
sekali belum ia mengerti. Kedua orangtuanya bercerai, ia hanya bisa pasrah
tanpa mampu berbuat apa-apa. Apa yang tengah terjadi di keluargaku? Kenapa ayah
sudah tak pernah terlihat lagi di rumah? Kemana ayah? Mengapa ibu menangis?
Bisik Lilin dalam hati tanpa berani bertanya kepada ibunya apa sebenarnya yang
telah terjadi di dalam keluarga mereka.
Seiring berjalannya waktu, Lilin
akhirnya bisa mengerti apa yang terjadi dengan keluarganya. Semenjak perceraian
itu, ibunyalah yang harus membanting tulang bekerja untuk menghidupi Lilin dan
tiga orang kakaknya. Sedangkan ayahnya menghilang
bak ditelan bumi tanpa sedikitpun memikirkan keadaan Lilin dan
kakak-kakaknya.
Setiap paginya, saat Lilin bangun
hendak berangkat ke sekolah. Ia tak mendapati lagi sosok wanita paruh baya itu di
rumah. Namun tidak pagi ini, ia melihat ibunya masih menggulung badannya dengan selimut tebal di tempat tidur, dan
terdengar desah nafas serta uring-uringan menahan sakit. Lilin panik” ibu, ibu kenapa? Ibu sakit?” Tanya
Lilin sambil merangkul dan meraba kening ibunya. “ badan ibu panas sekali, ibu harus berobat”. Namun ibunya menjawab,”ibu tidak apa-apa nak, berangkatlah ke
sekolah, Lilin harus jadi orang sukses” ucap ibunya sambil menghapus tetesan airmata yang mengalir di
pipinya. “tapi ibu sakit, Lilin mau
menjaga ibu di rumah” ucap Lilin sambil menangis. “sudahlah nak, ibu tidak apa-apa. Berangkatlah nanti Lilin terlambat,
kan ada kakakmu yang menjaga ibu di rumah.” Bujuk ibunya agar Lilin mau
berangkat ke sekolah.
Dengan langkah gontai, Lilin berangkat
ke sekolah karena ia tidak mau mengecewakan ibunya. Di jalan, sejuta tanya
menumpuk di benak Lilin. Apa yang bisa ia lakukan untuk membahagiakan ibunya?
Kenapa ayah yang seharusnya bertanggungjawab atas hidupnya menghilang tanpa
rasa bersalah sedikitpun. Semua ini salah
ayah,,,aku benci ayah...!!! teriak Lilin tanpa sadar.
Semenjak perceraian itu, ayahnya
sudah tidak pernah lagi menampakkan batang
hidungnya ke rumah Lilin. Lilin sudah tidak pernah lagi mendapat nafkah
dari ayahnya, bahkan kabar, dimana ayahnya berada ia sudah tidak tahu lagi.
Semua tanggungjawab ayah di bebankan kepada ibunya. Wajar rasanya muncul
kekecawaan dalam diri gadis yang mulai beranjak remaja itu terhadap sosok
ayahnya.
Tanpa terasa, langkah Lilin memasuki
gerbang sekolah dimana ia menuntut ilmu setiap harinya. Di kelas, sejak
pelajaran dimulai, hingga waktu istirahat, dan bahkan pelajaran berakhir. Lilin
murung, pemikirannya masih dikuasai oleh bayangan ibunya yang terbaring sakit
di rumah, tak satu halpun yang dilakukan temannya yang mampu menarik
perhatiannya.”teng,,,teng,,,teng...!!!
pelajaran berakhir semua boleh pulang”
kata ketua kelas. Karena hari ini, bu Suci guru mata pelajaran Agama tidak
masuk, ia meninggalkan tugas menghapal ayat pendek untuk ujian praktek minggu
depan. Dengan bergegas Lilin mengemasi peralatan belajarnya dan berlari keluar
kelas.
Perjalanan pulang Lilin pun kembali
dipenuhi bayangan akan ibunya. Aku harus
melakukan sesuatu untuk ibu, ibu harus sembuh...!!terasa ada sesuatu yang
menekan di dada Lilin, menyuruh melakukan sesuatu untuk ibunya. Lilin akhirnya
sampai di rumah, di lihatnya ada obat di samping tempat tidur ibunya dan
sepiring nasi yang tengah di suap perlahan oleh ibunya. “ Ibu gimana, udah mendingan? Ibunya menjawab dengan senyuman,” ibu udah mendingan sayang, tadi sebelum
berangkat kerja kakakmu membelikan ibu obat. Sudah, kamu gak usah khawatir.
Bentar lagi ibu pasti sembuh, ok..?? Lilin pun tersenyum.
Malam harinya, di kamar Lilin masih
memikirkan ibunya. Ibu...?? ingatan
Lilin kembali lagi memutar ke kejadian 10
tahun silam, saat awal penderitaan ibunya. Beban empat orang anak harus di
tanggung sendiri oleh seorang petani wanita paruh baya itu. Sanak family tak seorangpun yang peduli,
bahkan hinaan dan cacian yang sering di dapatkan dari mereka. Setiap hari
sebelum fajar menampakkan sinarnya,
wanita paruh baya itu sudah harus berangkat ke kebun. Memotong karet
peninggalan orangtuanya dulu, pendapatan yang jauh dari cukup. Masih ia
sisihkan untuk biaya sekolah Lilin putri bungsunya, sedangkan kakak-kakak Lilin
tak seorangpun yang bisa menamatkan SD karna sulitnya hidup. Namun Lilin jauh
lebih beruntung dari mereka. Lilin saat ini telah duduk di bangku kelas 3 SMP.
Aku harus bisa merubah semuanya, takkan ada lagi tangisan. Ini mimpiku,
ibu harus bahagia dan tak seorangpun yang bisa menyakiti ibu... tak
seorangpun... kakak, kita harus bersama-sama melindungi ibu. Aku harus
SUKSES,,,SUKSES,,,SUKSES,,,!!! Coretan-coretan kecil yang ditulis Lilin tentang mimpinya
yang berharap menjadi pelindung, pelita
dan penerang bagi keluarganya. Lilin terlelap dalam tidurnya dengan berjuta
mimpi dan harapannya.
Akankah mimpi Lilin kecil yang berharap Lentera hidup bagi keluarganya
ini bisa terwujud...??? Hanya Lilin dengan kesungguhannya dan waktu yang bisa
menjawabnya serta ridho Yang Maha Kuasa. Tetaplah semangat wahai Lilin kecil,
meski waktu akan mampu melenyapkanmu dalam sekejap saja. Setidaknya kau lebur
demi menerangi orang-orang yang kau sayangi. Jangan pernah menyerah, Ingat...”
dimana ada kemauan, di situ pasti ada jalan”.
Persembahan kecil untuk amakku tercinta, ILU...IMU...and INU( i
lup u,i miss u, and i need u) forever mak...!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar