Adikku, aku hendak berkisah padamu tentang masa
kecilku
Waktu itu hujan turun begitu deras, aku berjalan
tanpa payung
Tak ada yang kutakutkan waktu itu
Meski mengarungi hujan dalam kesendirian
Tapi mengapa saat ini aku takut sekali adikku,
Aku mulai cengeng, terlalu banyak yang kutangisi
Aku takut, kau bernasib seperti aku
Aku takut, kau tak sanggup berjalan dikala hujan
tanpa payung
Aku takut, kau takut mengarungi hujan sendirian
Aku takut, terlalu banyak yang kutakuti. Adikku!
Aku takut, kau tak sanggup seperti aku
Aku takut, kau bernasib seperti aku
Aku takut, aku tak mampu memayungimu dikala hujan
Padang,
30 September 2011
Mata-mata kosong kian rabun berjalan sendiri
Memasuki ruas-ruas waktu, dalam.... dan semakin dalam....
O betapa asingnya perjalanan ini
Perjalanan yang berhiaskan putih harapan dan merah
darah
Membekukan airmata menjadi kristal garam
Perih, luka ini begitu perih!
Padang,
06 November 2011
Darimana aku harus memulai lagi memahami waktu?
Kemarin aku mendengar kicau burung begitu merdu, dan
Bunyi gesekan bambu tua yang bernyanyi untuk angin
Namun hari ini, kulihat pohon-pohon meranggas dan
gedung-gedung pun memudar
Di sini aku menguntai waktu,
Tahun-tahun terasa semakin garang
Dharmasraya,
20 Desember 2011
Sebagaimana hari kemarin, dan kemarinnya lagi, dan
Entah berapa banyak kemarin yang tlah kami lalui
Tiada ujung yang dapat kami tangkap, tiada awal yang
pernah kami kenal
Apakah lelah kami cukup terbayar dengan petuah dan
janji, Tuan dan Nyonya?
Dharmasraya,
07 Januari 2012
Seringkali kukatakan padamu, bahwa aku ingin
menjelma menjadi lilin
Meski ku tau mereka mencariku hendak membakar
tubuhku hingga meleleh tak tersisa
Namu kawan, cahaya redupku mampu menerangi sudut
kegelapan
Tetapi engkau selalu berbisik: kita tlah hidup,
sebelum lilin lahir
Dharmasraya,
14 Januari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar