Sabtu, 18 Februari 2012

Sajak-sajak Era Susanti


Adikku, aku hendak berkisah padamu tentang masa kecilku
Waktu itu hujan turun begitu deras, aku berjalan tanpa payung
Tak ada yang kutakutkan waktu itu
Meski mengarungi hujan dalam kesendirian
Tapi mengapa saat ini aku takut sekali adikku,
Aku mulai cengeng, terlalu banyak yang kutangisi
Aku takut, kau bernasib seperti aku
Aku takut, kau tak sanggup berjalan dikala hujan tanpa payung
Aku takut, kau takut mengarungi hujan sendirian
Aku takut, terlalu banyak yang kutakuti. Adikku!
Aku takut, kau tak sanggup seperti aku
Aku takut, kau bernasib seperti aku
Aku takut, aku tak mampu memayungimu dikala hujan
                                                                                    Padang, 30 September 2011



Mata-mata kosong kian rabun berjalan sendiri
Memasuki ruas-ruas waktu, dalam.... dan semakin dalam....
O betapa asingnya perjalanan ini
Perjalanan yang berhiaskan putih harapan dan merah darah
Membekukan airmata menjadi kristal garam
Perih, luka ini begitu perih!
                                                                                    Padang, 06 November 2011


Darimana aku harus memulai lagi memahami waktu?
Kemarin aku mendengar kicau burung begitu merdu, dan
Bunyi gesekan bambu tua yang bernyanyi untuk angin
Namun hari ini, kulihat pohon-pohon meranggas dan gedung-gedung pun memudar
Di sini aku menguntai waktu,
Tahun-tahun terasa semakin garang
                                                                        Dharmasraya, 20 Desember 2011



Sebagaimana hari kemarin, dan kemarinnya lagi, dan
Entah berapa banyak kemarin yang tlah kami lalui
Tiada ujung yang dapat kami tangkap, tiada awal yang pernah kami kenal
Apakah lelah kami cukup terbayar dengan petuah dan janji, Tuan dan Nyonya?
                                                                        Dharmasraya, 07 Januari 2012



Seringkali kukatakan padamu, bahwa aku ingin menjelma menjadi lilin
Meski ku tau mereka mencariku hendak membakar tubuhku hingga meleleh tak tersisa
Namu kawan, cahaya redupku mampu menerangi sudut kegelapan
Tetapi engkau selalu berbisik: kita tlah hidup, sebelum lilin lahir
                                                                                    Dharmasraya, 14 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar