Siapa
Salah, Siapa Benar?
Merenungkan Negeri ini cukup
memusingkan, sakik utak dibuatnya.
Sebenarnya ini bukan urusan saya, bocah ingusan yang baru seumuran jagung. Tapi dari pada menonton saja, lebih baik mencoba
sedikit berpartisipasi, jujur saja jika disuruh berbicara langsung, nyali saya
menciut. Saya hanya berani melalui tulisan saja. Kata beberapa orang teman saya
ketika membaca tulisan saya, jika pembaca tahu seperti apa orang yang menulisnya
(tulisan saya). Orang tidak akan percaya bahwa itu saya yang menulisnya. Dulu
pernah tulisan saya tentang Generasi Muda terbit, mereka menertawakan saya.
Kata mereka saya tidak pantas membicarakan hal-hal seperti itu. Kenapa begitu?
Saya juga tidak mengerti maksud teman-teman saya tersebut. Tapi saat mereka berbicara
seperti itu, saya dapat menangkap makna ironi
dari raut wajah mereka. Mereka mancimeean
saya. Sudahlah, untuk cerita itu saya tutup kuping saja, bagaimana pun juga
mereka tetap teman-teman saya. Saya ikhlaskan saja cemo’oh mereka terhadap
saya.
Republik ini sudah lama merdeka dari
penjajah namun sakarang dijajah oleh pribuminya sendiri. Membaca dari
sejarahnya, bangsa ini bangsa hebat, bangsa yang beradab dan berbudi luhur.
Bangsa yang berbudaya, rakyatnya mayoritas beragama Islam, memiliki jiwa toleransi
yang tinggi. Sopan santun sikapnya, dan baik tingkah laku anak-anak negerinya.
Itu sejarahnya! Tapi sejarah hanyalah potret masa lalu, realita adalah nyata.
Gambaran potret usang “INDONESIA” yang terukir indah dalam sejarah tlah
memudar, kabur ditelan waktu. Kepribadian bangsa dalam sejarah hanya tinggal bayangan
semu, yang hampir lenyap. Bak mentari
ditelan samudera saat senja menjelma. Ya, begitulah! Waktu tlah merubah
segalanya.
Sekarang jika dibandingkan dengan
dulu memang sudah sangat jauh berubah, saya mulai bercerita tentang generasi
muda yang kelak akan menjadi tampuk
bangsa ini ke depannya. Dulu, para remaja pulang sekolah membuat PR, setelah
itu membantu orangtua, yang perempuan membantu ibu membersihkan rumah. Yang
laki-laki membantu ayah ke ladang. Saat malam menjelma, pergi mengaji ke surau.
Selesai mengaji langsung pulang. Hari-hari dilalui dengan dengan penuh makna,
setiap hari selalu menebar manfaat. jika di lihat dan dibandingkan dengan
remaja era sekarang sangat jauh
berbeda. Remaja sekarang berperilaku sangat konsumtif, terlalu banyak hal yang
menyibukkan hari mereka. Mereka hidup individualis, sibuk dengan urusan
sendiri. Sampai bermain dengan teman sebaya pun mereka enggan, hari-hari mereka
habis bercengkrama dengan handphone
dan internet. Bahkan terkadang makan pun mereka lupa karena keasyikan
berselancar di dunia maya.
Saya tidak menceritakan bagaimana
pejabat di masa lalu, karena saya tidak berasal dari keluarga pejabat. Tidak
ada seorangpun sanak (famili) saya
yang pejabat. Saya berasal dari keluarga petani yang gajinya habis untuk makan
minggu ke minggu, itu pun dengan lauk apa adanya. Terkadang tidak cukup, karena
itu waktu SD saya di sekolah sering tidak
jajan. Tapi saya sangat rajin sekolah, di masa lalu saya orang pintar.
Selalu mendapat juara 1, saya juara umum di SD saya, dulu nama sekolah saya SD N
42 Bukit Bajang, Koto Baru. Itu waktu kampung saya masih di bawah naungan
Kabupaten sawahlunto/Sijunjung. Tapi semenjak pemekaran Kabupaten Dharmasraya,
nama SD saya tlah berubah menjadi SD N 11 Bukit Bajang, Kec. Koto Baru
Dharmasraya, (Hmm, sedikit pamer). Tapi sekarang waktupun tlah merubah saya,
saya juga terbawa arus globalisasi, ikut gaya hidup anak zaman sekarang.
Membuat saya sedikit menjadi pemalas, sekidikit saja. Hehe...
Tinggalkan cerita tentang saya,
kembali ke cerita negeri ini. Dulu jarang sekali pejabat dan pemimpin negeri
yang korupsi. Semua jujur, padahal gajinya jauh lebih kecil dari pada pejabat
saat ini. Pejabat sekarang gajinya sangat besar, tetapi mereka masih saja tidak
puas, korupsi membudaya di kalangan penguasa negeri ini. Beralih kepada
generasi muda yang bergaya alah bangsa barat, mulai dari pakaian, makanan,
gaya, sikap, dan tingkah laku di adopsi dari bangsa barat. Yang tidak ikut trend diberi gelar kamseupay (kampungan). Tanpa disadari ini merusak jati diri dan
melunturkan budaya bangsa.
Saat ini Bangsa kita bisa dikatakan
mengalami kelumpuhan total, masalah ada di setiap sudut, masalah ekonomi,
politik, pendidikan, moral dan budaya. Kita harus berubah jika ingin bangsa ini
tetap bertahan, bebaskan Ibu Pertiwi dari penjara kebodohan yang kita buat.
Kembalikan jati diri bangsa yang pernah dikagumi dunia. Berhenti saling
menyalahkan, berhenti menganggap diri paling benar dan menganggap orang lain
salah. Siapa benar? Siapa salah? Ini salah kita semua. Mari bermetamorfosa, membuat bangsa ini
menjadi lebih baik, menjadikan negeri lebih indah. Kembalikan “Negeri Surga”, katanya di sejarah. (Era
Susanti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar