Sabtu, 29 September 2012

Republik Galau



Siapa Salah, Siapa Benar?
            Merenungkan Negeri ini cukup memusingkan, sakik utak dibuatnya. Sebenarnya ini bukan urusan saya, bocah ingusan yang baru seumuran jagung. Tapi dari pada menonton saja, lebih baik mencoba sedikit berpartisipasi, jujur saja jika disuruh berbicara langsung, nyali saya menciut. Saya hanya berani melalui tulisan saja. Kata beberapa orang teman saya ketika membaca tulisan saya, jika pembaca tahu seperti apa orang yang menulisnya (tulisan saya). Orang tidak akan percaya bahwa itu saya yang menulisnya. Dulu pernah tulisan saya tentang Generasi Muda terbit, mereka menertawakan saya. Kata mereka saya tidak pantas membicarakan hal-hal seperti itu. Kenapa begitu? Saya juga tidak mengerti maksud teman-teman saya tersebut. Tapi saat mereka berbicara seperti itu, saya dapat menangkap makna ironi dari raut wajah mereka. Mereka mancimeean saya. Sudahlah, untuk cerita itu saya tutup kuping saja, bagaimana pun juga mereka tetap teman-teman saya. Saya ikhlaskan saja cemo’oh mereka terhadap saya.
            Republik ini sudah lama merdeka dari penjajah namun sakarang dijajah oleh pribuminya sendiri. Membaca dari sejarahnya, bangsa ini bangsa hebat, bangsa yang beradab dan berbudi luhur. Bangsa yang berbudaya, rakyatnya mayoritas beragama Islam, memiliki jiwa toleransi yang tinggi. Sopan santun sikapnya, dan baik tingkah laku anak-anak negerinya. Itu sejarahnya! Tapi sejarah hanyalah potret masa lalu, realita adalah nyata. Gambaran potret usang “INDONESIA” yang terukir indah dalam sejarah tlah memudar, kabur ditelan waktu. Kepribadian bangsa dalam sejarah hanya tinggal bayangan semu, yang hampir lenyap. Bak mentari ditelan samudera saat senja menjelma. Ya, begitulah! Waktu tlah merubah segalanya.
            Sekarang jika dibandingkan dengan dulu memang sudah sangat jauh berubah, saya mulai bercerita tentang generasi muda yang kelak akan menjadi tampuk bangsa ini ke depannya. Dulu, para remaja pulang sekolah membuat PR, setelah itu membantu orangtua, yang perempuan membantu ibu membersihkan rumah. Yang laki-laki membantu ayah ke ladang. Saat malam menjelma, pergi mengaji ke surau. Selesai mengaji langsung pulang. Hari-hari dilalui dengan dengan penuh makna, setiap hari selalu menebar manfaat. jika di lihat dan dibandingkan dengan remaja era sekarang sangat jauh berbeda. Remaja sekarang berperilaku sangat konsumtif, terlalu banyak hal yang menyibukkan hari mereka. Mereka hidup individualis, sibuk dengan urusan sendiri. Sampai bermain dengan teman sebaya pun mereka enggan, hari-hari mereka habis bercengkrama dengan handphone dan internet. Bahkan terkadang makan pun mereka lupa karena keasyikan berselancar di dunia maya.
            Saya tidak menceritakan bagaimana pejabat di masa lalu, karena saya tidak berasal dari keluarga pejabat. Tidak ada seorangpun sanak (famili) saya yang pejabat. Saya berasal dari keluarga petani yang gajinya habis untuk makan minggu ke minggu, itu pun dengan lauk apa adanya. Terkadang tidak cukup, karena itu waktu SD saya di sekolah sering tidak  jajan. Tapi saya sangat rajin sekolah, di masa lalu saya orang pintar. Selalu mendapat juara 1, saya juara umum di SD saya, dulu nama sekolah saya SD N 42 Bukit Bajang, Koto Baru. Itu waktu kampung saya masih di bawah naungan Kabupaten sawahlunto/Sijunjung. Tapi semenjak pemekaran Kabupaten Dharmasraya, nama SD saya tlah berubah menjadi SD N 11 Bukit Bajang, Kec. Koto Baru Dharmasraya, (Hmm, sedikit pamer). Tapi sekarang waktupun tlah merubah saya, saya juga terbawa arus globalisasi, ikut gaya hidup anak zaman sekarang. Membuat saya sedikit menjadi pemalas, sekidikit saja. Hehe...
            Tinggalkan cerita tentang saya, kembali ke cerita negeri ini. Dulu jarang sekali pejabat dan pemimpin negeri yang korupsi. Semua jujur, padahal gajinya jauh lebih kecil dari pada pejabat saat ini. Pejabat sekarang gajinya sangat besar, tetapi mereka masih saja tidak puas, korupsi membudaya di kalangan penguasa negeri ini. Beralih kepada generasi muda yang bergaya alah bangsa barat, mulai dari pakaian, makanan, gaya, sikap, dan tingkah laku di adopsi dari bangsa barat. Yang tidak ikut trend diberi gelar kamseupay (kampungan). Tanpa disadari ini merusak jati diri dan melunturkan budaya bangsa.
            Saat ini Bangsa kita bisa dikatakan mengalami kelumpuhan total, masalah ada di setiap sudut, masalah ekonomi, politik, pendidikan, moral dan budaya. Kita harus berubah jika ingin bangsa ini tetap bertahan, bebaskan Ibu Pertiwi dari penjara kebodohan yang kita buat. Kembalikan jati diri bangsa yang pernah dikagumi dunia. Berhenti saling menyalahkan, berhenti menganggap diri paling benar dan menganggap orang lain salah. Siapa benar? Siapa salah? Ini salah kita semua. Mari bermetamorfosa, membuat bangsa ini menjadi lebih baik, menjadikan negeri lebih indah. Kembalikan “Negeri Surga”, katanya di sejarah. (Era Susanti)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar