Pelangi hatiku
Jalan-jalan yang ku lalui
Berubah jadi bingkai-bingkai masa lalu
jarum-jarum jam pun berangkat dan berhenti
Memacu usia kenakalanku,melucuti tingkah liarku
Pada sunyi tangisku
Angin meniup airmataku yang tumpah tak bermuara...
Tapi tak jadi ku tangisi airmata
Karena bunga mimpi masih bermekaran di benakku
Tanah gersang ku sulut dengan wangi bunga impian
Setangkai mawar kembali ku kenang
warna airmatamu...
Bak pelangi yang mewarnai hatiku
Hingga tak lagi ku pedulikan luka
yakinku,kita akan bahagia bila saatnya tiba...
Berubah jadi bingkai-bingkai masa lalu
jarum-jarum jam pun berangkat dan berhenti
Memacu usia kenakalanku,melucuti tingkah liarku
Pada sunyi tangisku
Angin meniup airmataku yang tumpah tak bermuara...
Tapi tak jadi ku tangisi airmata
Karena bunga mimpi masih bermekaran di benakku
Tanah gersang ku sulut dengan wangi bunga impian
Setangkai mawar kembali ku kenang
warna airmatamu...
Bak pelangi yang mewarnai hatiku
Hingga tak lagi ku pedulikan luka
yakinku,kita akan bahagia bila saatnya tiba...
Jangan
Menangis,Kakakku...!!!
Ketika malam berombak dan semakin larut
Ku pandangi langit dan semesta
Diam bulan diam bintang begitu perih
Tak satu pun bergerak menjawab tanyaku
Tangismu jadi kalung emas di tiang-tiang airmataku
Dan tanpa kau tahu, ku kalungkan di menara hatiku
Sebagai medali kesedihan
Geliat resah semakin mengguncang bathinku
Ah malam tlah berlalu, gelap pun tlah berganti terang
Mengakhiri tanyaku dengan jawabku sendiri
Hentikan, jangan tangisi lagi tangismu!
Karena saat desember berakhir, selalu lahir januari
Kau Harus tahu kakakku,
Gelombang hanya lahir di lautan dan kembali ke lautan
Di sana, di ujung jalan yang gersang dan berkabut itu
Kau kan temukan hujan salju
Dan di sini kakakku,
Aku menyaksikan sungai terus mengalir
jarum jam pun terus memutar tanpa letih
Tersenyumlah, jangan menangis lagi...!!!
Ketika malam berombak dan semakin larut
Ku pandangi langit dan semesta
Diam bulan diam bintang begitu perih
Tak satu pun bergerak menjawab tanyaku
Tangismu jadi kalung emas di tiang-tiang airmataku
Dan tanpa kau tahu, ku kalungkan di menara hatiku
Sebagai medali kesedihan
Geliat resah semakin mengguncang bathinku
Ah malam tlah berlalu, gelap pun tlah berganti terang
Mengakhiri tanyaku dengan jawabku sendiri
Hentikan, jangan tangisi lagi tangismu!
Karena saat desember berakhir, selalu lahir januari
Kau Harus tahu kakakku,
Gelombang hanya lahir di lautan dan kembali ke lautan
Di sana, di ujung jalan yang gersang dan berkabut itu
Kau kan temukan hujan salju
Dan di sini kakakku,
Aku menyaksikan sungai terus mengalir
jarum jam pun terus memutar tanpa letih
Tersenyumlah, jangan menangis lagi...!!!
Rindu
Ketika burung-burung mencakar kerinduanku
Aku masih mencari bayangmu dalam tangis
Bersama malam-malam diam
tapi yang ku temukan hanya kabut dan lilin yang padam
Sulut api jiwaku mendesis
Melukai mataku dengan keperihan
Gerimis mengeluh,menggigil di antara kegelisahan dan kepasrahan
O butir-butir rindu hanya bisa ku baca dengan airmata
Adakah kau lihat desau letihku?Menerjal,mencuram,mencadas...
Alangkah dalam makna menunggu bagiku
Sebab aku gagal menyelami lubuk hatimu
Sang waktu tlah merenggut dan membawamu berlalu meninggalkanku....
Tapi tak ingin ku sesali
Meski kau tak lagi di sini...
Rindu ini tak bertepi
Dan akan slalu mengabadi......!!!
Ketika burung-burung mencakar kerinduanku
Aku masih mencari bayangmu dalam tangis
Bersama malam-malam diam
tapi yang ku temukan hanya kabut dan lilin yang padam
Sulut api jiwaku mendesis
Melukai mataku dengan keperihan
Gerimis mengeluh,menggigil di antara kegelisahan dan kepasrahan
O butir-butir rindu hanya bisa ku baca dengan airmata
Adakah kau lihat desau letihku?Menerjal,mencuram,mencadas...
Alangkah dalam makna menunggu bagiku
Sebab aku gagal menyelami lubuk hatimu
Sang waktu tlah merenggut dan membawamu berlalu meninggalkanku....
Tapi tak ingin ku sesali
Meski kau tak lagi di sini...
Rindu ini tak bertepi
Dan akan slalu mengabadi......!!!
Luka ini terlalu dalam
ingin rasanya ku menjerit pada dunia
mengapa ini harus terjadi padaku...???
Tak ada seorangpun yang mengerti
Tak ada seorangpun yang peduli
akankah selalu seperti ini...??
biarlah ku pendam sendiri,
sedih ini,
derita ini,
luka ini,
hujan kemarin.....!!!!
seakan mata angin yang membawaku pada jalan yang
hendak ku tuju
ya, wanita itu denyut nadiku
detak jantung yang mengaliri darah keseluruh
penjuru tubuhku
ibu....
acap kali ku saksikan muara pada matamu,
darah dan air matamu tumpah kejurang-jurang diam
ingin kuketukkan jemari di pelupuk matamu,
tapi begitu sampai di depan pintu muara,aku selalu
ragu
dan ketukan-ketukan itu kian menjauh dari tanganku
ibu....
aku sadar sungguh,di balik muara matamu
hujan senantiasa menyuburkan bathinku yang
meranggas pilu
dan membendung gelombang yang akan menghanyutkan
hidupku
Tentang Penulis:
Era Susanti, Lahir di Koto Baru
20 Desember 1991. Berasal dari Seberang
Piruko, Kec. Koto Baru, Kab. Dharmasraya. Sekarang bergiat di Padang, Menimba
ilmu di Jurusan Bahasa Dan Sastra Indonesia Dan Daerah Universitas Negeri
Padang.
e-mail: cecebelu_ajee@yahoo.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar