Sabtu, 31 Maret 2012

Pesona Sang Negeri Raja "Dharmasraya"


Jejak Kemegahan Kerajaan Melayu Di Dharmasraya

Kabupaten Dharmasraya merupakan salah satu dari tiga Kabupaten baru hasil pemekaran Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung pada tanggal 7 Januari 2004. Secara geografi Kabupaten Dharmasraya berada di ujung Tenggara Provinsi Sumatera Barat, dengan topografi daerah bervariasi antara berbukit, bergelombang dan datar dengan variasi ketinggian dari 100 m - 1.500 m diatas permukaan laut.
Meski masih berusia muda, kabupaten Dharmasraya menyimpan sejuta pesona. Dari sini sekitar abad 11 Masehi lembar sejarah Kerajaan Melayu bermula. Peninggalan-peninggalan arkeolog seperti candi, artefak, mesjid, makam raja-raja dan rumah gadang menjadi saksi  bisu sejarah Kerajaan Hindu-Budha dan Islam di Kabupaten pemekaran ini.
Nama Dharmasraya mungkin tak sepopuler Kota Padang, pun tidak setenar Bukittinggi dengan Jam Gadangnya. Namun di kabupaten hasil pemekaran ini tersimpan situs sejarah Kerajaan Melayu yang bernama “Dharmasraya” yang sekarang menjadi salah satu Kabupaten di Sumatera Barat. Negeri yang terletak di perbatasan Sumbar dengan Jambi ini menjadi saksi bisu kebesaran Kerajaan Dharmasraya pada masa dahulunya. Meski Kerajaan itu telah lama runtuh namun jejak kemegahan masih bisa ditemukan di Dharmasraya, tepatnya di Siguntur Kecamatan Sikabau Kabupaten Dharmasraya.
Candi-candi peninggalan Kerajaan Melayu yang bersemayam ratusan tahun di Kabupaten Dharmasraya itu bisa dinikmati secara gratis. Untuk menembus kemegahan kerajaan Melayu di Dharmasraya, jika berada di Padang bisa di tempuh dengan perjalanan darat sekitar 8 jam perjalanan dengan angkutan umum seperti bus yang ongkosnya hanya 30 ribu rupiah, namun jika menggunakan kendaraan pribadi hanya membutuhkan waktu paling lama 6 jam saja, dan kita bisa memanjakan mata serta menyaksikan sejarah kemegahan Kerajaan Melayu pada masa dahulunya.
 Bangunan candi di Dharmasraya, yang hampir seluruhnya tidak utuh, merupakan salah satu simbol kejayaan Kerajaan Melayu yang mulai menyeruak di Swarnnabhumi, sebutan lain untuk Sumatera, setelah kekuatan Kerajaan Sriwijaya di Palembang terdesak akibat serangan Kerajaan Koromandel di India, yang ketika itu diperintah Rajendra Chola sekitar abad ke-11. Waktu itu, pusat Kerajaan Melayu masih di Jambi.
 Kejayaan Kerajaan Melayu Dharmasraya menyisakan sejumlah peninggalan bersejarah. Ketenaran Kerajaan Melayu sewaktu bertahta di Dharmasraya masih bisa dilihat dengan adanya sejumlah candi di tepi aliran Sungai Batanghari. Candi itu antara lain Candi Padangroco, Pulau Sawah, serta Rambahan.
Bentuk dan bahan pembuat candi di Dharmasraya ini mempunyai kemiripan dengan Candi Muara Jambi di Provinsi Jambi serta Candi Muara Takus di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Diduga, sekitar daerah itu juga masih tunduk di bawah Kerajaan Melayu. Candi di tepi Batanghari ini tidak semewah Candi Prambanan yang berhiaskan ukiran di sepanjang sisi dindingnya. Pun, tidak terdapat patung Buddha seperti di Borobudur. Candi yang dibuat pada masyarakat Hindu-Buddha tantris ini tersusun dari batu bata.
Tidak ada semen untuk merekatkan bata. Teknologi zaman dulu memanfaatkan air dan gesekan dua bata untuk mengencangkan cengkeraman batu-batu dari tanah ini. Ukuran batu bata candi umumnya lebih besar dibandingkan batu bata bangunan masa kini. Di Candi Padangroco, misalnya, batu bata yang menyusun candi buatan sekitar abad ke-13 itu bisa berukuran sekitar 20 x 30 sentimeter. Ketebalan bervariasi, bergantung pada kebutuhan.
Candi induk Padangroco dibuat dengan batu bata yang relatif tipis, sekitar 4 sentimeter. Mungkin, alasan bentuk candi yang semakin beragam menuntut adanya bahan bangunan yang relatif fleksibel untuk mengikuti kebutuhan arsitektur. Ketebalan bata pada candi induk berbeda dengan candi perwara yang digunakan sebagai altar persembahan. Padahal, candi- candi ini masih terletak satu kompleks. Di sinilah terlihat pertimbangan arsitektur yang begitu detail pada masa itu.
Sebuah arca bernama Rocok ditemukan di sekitar candi ini. Arca setinggi sekitar 4,5 meter dengan berat lebih dari 4 ton itu diperkirakan berusia enam abad. Kini, arca, yang sebelum ditemukan oleh para ahli digunakan untuk batu asahan oleh penduduk sekitar, berdiri tegak di Museum Nasional, Jakarta.
Pesona Dharmasraya tidaknya hanya sebatas peninggalan-peninggalan kerajaannya saja, tapi juga sumber daya alamnya yang kaya seperti kelapa sawit dan karet. Jika berkunjung ke Dharmasraya, maka di sepanjang jalan lintas sumatera yang membelah kabupaten Dharmasraya terlihat pemandangan yang sangat memanjakan mata. Kebun sawit dan karet berjejer rapi.
Jika ada waktu luang, atau hari libur berkunjunglah ke Dharmasraya, sambil  mengingat sejarah bisa juga menyejukkan pemikiran dari setumpuk masalah dengan menikmati pesona keindahan alamnya dan “Anda Memasuki Kabupaten Dharmasraya Dan Nikmati Keramahtamahan Kami..” itulah Slogan saat anda memasuki Kabupaten Dharmasraya.(Era Susanti)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar